Link ke menu-bar masih dalam proses editing. Tapi link ke posting sudah bisa dibaca. Terima kasih.

Sabtu, 24 November 2012

Cerita tentang awal mula Minahasa


Dalam kisah suku minahasa, terdapat dua versi cerita yang pernah saya dengar dan sebagian besar orang minahasa pasti pernah mendengar bahkan pernah mengisahkan kembali kepada anak cucu akan asal usul mereka. Ironisnya bukti tertulis akan cerita yang ada, tidak ditemukan selain peninggalan berupa benda maupun makam dan hieroglif (Bahasa kuno berupa simbol yang sulit diterjemahkan). Mengapa saya katakan tidak ada tulisan tertulis ? karena orang minahasa modern tidak menguasai bahasa tersebut, kita hanya bisa menerka dan menghubungkan tulisan tersebut dengan bukti - bukti sejarah lain dalam sebuah penelitian.

Kembali ke topik awal, saya hanya mencoba untuk merangkulkan kembali cerita yang beredar di kalangan orang minahasa. Saya sendiri adalah anak suku minahasa, dari sub etnis Toumbulu, Tountemboan dan Toulour, tiga sub etnis yang sebagian besar mendiami tanah minahasa.

Versi pertama, 

Cerita ini saya dengar sejak saya masih kanak - kanak. Dahulu kala, di pantai barat Pengunungan Wulur Mahatus terdapat sebuah batu karang yang bagus bentuknya. Batu karang itu tidak dihiraukan orang karena memang belum ada manusia di sekitarnya.

Suatu ketika dimusim kemarau, cahaya matahari begitu menyengat sehingga batu karang itu mengeluarkan keringat. Pada saat itu pula, terciptalah seorang wanita yang cantik. Namanya Karema, Ia berdiri sambil menadahkan tangan ke langit dan berdoa, “O, Kasuruan Opo e wailan wangko.” Artinya “Oh Tuhan yang maha besar, jika Kau berkenan, nyatakanlah di mana aku berada serta berikanlah teman hidup untukku”.

Setelah selesai mengucapkan doa, batu karang itupun terbelah menjadi dua dan mencullah seorang wanita cantik. Karema pun tidak sendiri lagi. Ia berkata kepada wanita itu, “Karena kau tercipta dari batu yang  berkeringat, engkau kuberi nama Lumimuut., Keturunanmu akan hidup sepanjang masa dan bertambah seperti pasir di pantai laut, Akan tetapi, kamu harus bekerja keras memeras keringat”.

Pada suatu hari, Karema menyuruh putrinya yang cantik molek itu menghadap ke selatan agar ia hamil dan memberikan keturunan. Lumimuut pun melaksanakan perintah ibunya, tetapi tidak terjadi suatu apapun, Karena ke arah selatan tidak berhasil, Lumimuut disuruh mengadap ke arah timur, barat, dan utara. Hal inipun didak membawa hasil.

Kemudian upacara diadakan lagi. Lumimuut disuruh menghadap kearah barat yang sedang berembus angin kencang. Lama-kelamaan, setelah upacara selesai, badan Lumimuut menjadi lain. Ternyata Lumimuut sudah hamil.

Selama hamil, Lumimuut selalu dijaga dan dirawat dengan penuh kasih sayang oleh Karema. Ketika saatnya tiba, Lumimuut pun melahirkan anak laki laki yang diberi nama Toar. Toar pun diberi pengetahuan dan kemampuan seperti yang dimiliki Karema.

Pertumbuhan badan toar sangat cepat. Bentuk tubuhnya besar, kuat, kekar, dan perkasa. Di belantara hutan, Toar tidak takut dan tidak dapat ditaklukkan oleh anoa, babi rusa, maupun ular.

Setelah  Toar dewasa, berkatalah Karema kepada Toar dan Lumimuut, “Sekarang sudah saatnya kalian berdua mengembara mengelilingi dunia. Aku sudah menyediakan dua tongkat sama panjang. Tongkat untuk Toar terbuat dari pohon tuis dan tongkat untuk Lumimuut terbuat dari pohon tawaang. Kalau nanti dalam pengembaraan, kalian bertemu dengan seseorang baik pria maupun wanita membawa tongkat seperti ini, bandingkanlah dengan tongkat kalian. Kalau tongkat kalian sama panjang, berarti kalian masih terikat keluarga. Akan tetapi, bila tongkat itu berbeda dan tidak lagi sama panjang, kalian boleh membentuk rumah tangga. Semoga hal ini terjadi dan kalian akan menghasilkan keturunan. Keturunan kalian akan hidup terpisah oleh gunung dan hutan rimba. Namun, akan tetap ada kemauan untuk bersatu dan berjaya.”

Nuwu (amanat) Karema menjadi bekal bagi Lumimuut dan Toar dalam pengembaraan mereka. Gunung dan bukit mereka daki Lembah dan ngarai mereka lalui. Toar ke arah utara dan Lumimuut ke arah selatan. Tuis di tangan Toar bertambah panjang, tetapi tawaang di tangan Lumimuut tetap seperti biasa,

Pada suatu malam bulan purnama, di tengah kilauan sinar bulan, bertemulah Toar dengan Lumimuut. Sesuai amanat Karema, merekapun membandingkan tongkat masing masing. Ternyata, tongkat mereka tidak sama panjang lagi sehingga upacara pernikahan pun dilaksanakan. Bintang dan bulan sebagai saksi. Puncak gunung tempat pelaksanaan upacara tampak bagaikan bola emas. Gunung itu kemudian dinamakan Lolombulan.

Setelah upacara pernikahan, mereka pun mencari Karema. Akan tetapi, ia tidak ditemukan. Kemudian, mereka menetap di daerah pegunungan yang banyak ditumbuhi buluh tui (buluh kecil). Disanalah mereka beranak cucu. Keturunan demi keturunan, kembar sembilan (semakarua siyouw), dua kali sembilan. Kelahiran keturunan itu selalu disambut bunyi siul burung wala (doyot) yang dipercaya sebagai pertanda memperoleh limpah dan berkat karunia.


Versi Kedua

bersambung...


Share This
Subscribe Here

0 komentar:

Posting Komentar

 

Labels

Torang pe kampung Copyright 2012 valdys
for special purpose